Rabu, 16 April 2014

strategi konseling (Reframing)

TEKNIK KONSELING

REFRAMING

A.    KONSEP DASAR TEKNIK

Setiap orang mempunyai perspektif-perspektif yang berbeda, dan cara orang lain memandang segala sesuatu mungkin berbeda dengan cara kita memandang segala sesuatu. Sebuah frame dapat merujuk kepada suatu keyakinan, apa yang membatasi pandangan meraka tentang dunia. Mereka mengeinterpretasikan peristiwa-peristiwa saat mereka melihatnya, akan tetapi yang sering terjadi adalah mereka melihatnya dari posisi mereka yang sedang mengalami depresi atau harga diri rendah. Terkait dengan hal tersebut, konselor dapat mengubah cara konseli memandang peristiwa-peristiwa atau situasi dengan megubah kerangka pandang (reframing) gambaran yang dijelaskan konseli. Reframing merupakan salah satu metode dari pendekatan konseling kogntif bahavior yang bertujuan mereorganisair content emosi yang dipikirkannya dan mengarahkan/membingkai kembali ke arah pikiran yang rasional, sehingga kita dapat mengerti berbagai sudut pandang dalam konsep diri/konsep kognitif dalam berbagai situasi. (Froggart, dalam Gantina, 2011). Reframing adalah strategi yang mengubah sususan perseptual individual terhadap suatu kejadian yang akan mengubah makna yang dipahami (Bandler & Grinder, 1982). Sedangkan menurut Wiwoho (2011) reframing adalah upaya untuk membingkai ulang sebuah kejadian dengan mengubah sudut pandang tanpa merubah kejadian itu sendiri. Jadi dapat disimpulkan bahwa reframing adalah suatu pendekatan yang mengubah atau menyusun kembali persepsi atau cara pandang konseli terhadap masalah atau tingkah laku dan untuk membantu konseli membentuk atau mengembangkan pikiran lain yang berbeda tentang dirinya.





1)       Jenis Reframing yaitu:

a.       Context Reframing

adalah pemaknaan kembali pengalaman yang sama dalam konteks yang berbeda, sehingga menghasilkan pemaknaan yang sama sekali berbeda dengan pemaknaan sebelumnya.

b.        Content Reframing

adalah pemaknaan kembali pada isi pengalaman yang sama, sehingga menghasilkan pemaknaan yang berbeda dengan pemaknaan sebelumnya.


2)       Tujuan reframing adalah:

a.       Reframing dimaksudkan untuk memperluas gambaran konseli tentang dunianya dan untuk memungkinkannya mempersepsi situasinya secara berbeda dengan cara yang lebih konstruktif.

b.        Memberi cara pandang terhadap konseli dengan cara pandang yang baru dan positif.

c.        Mengubah keyakinan/pikiran/cara pandang konseli dari negatif irasional menjadi positive rasional.

d.       Membingkai ulang cara pandang konseli, dari:

a.       Sebuah masalah sebagai peluang

b.        Sebuah kelemahan sebagai kekuatan

c.        Sebuah kemustahilan sebagai kemungkinan yang jauh

d.       Kemungkinan jauh sebagai kemungkinan dekat

e.        Penindasan ('terhadap saya') sebagai netral ('tidak peduli tentang saya')

f.        Perbuatan buruk karena kurangnya pemahaman.


3)       Manfaat teknik reframing:

a.       Dapat mengubah kerangka berfikir konseli yang awalnya negative menjadi postif.

b.        Dengan adanya frame berfikir yang baru akan memunculkan tindakan dan perilaku baru yang dikehendaki

c.        Menghilangkan rasa rendah diri konseli.

d.       Meningkatkan kepercayaan diri konseli untuk melakukan sesuatu tindakan yang awalnya tidak berani ia lakukan.

e.        Membiarkan adegan muncul di sudut pandang lain (frame) sehingga seseorang merasa lega atau mampu mengatasi situasi lebih baik.

f.        Reframing dapat digunakan pada peristiwa atau kejadian yang kita alami sehari-hari yang terkadang menurut kita tidak memberdayakan agar lebih mampu menjadikan kita berdaya dan tentunya dengan cara yang lebih menyenangkan


B.    PANDANGAN TENTANG MANUSIA

Pandangan tentang manusia menurut teknik ini bahwa manusia didominasi oleh prinsip-prinsip yang menyatakan bahwa emosi dan pemikiran berinteraksi di dalam jiwa. Manusia memiliki kecenderungan yang inheren untuk menjadi rasional dan irasional dan bahwa gangguan perilaku dapat terjadi karena kesalahan dalam berpikir.

Lebih jelas lagi Patterson dalam George & Cristiani (1990), Cottone (1992) menyatakan bahwa hakikat manusia adalah sebagai berikut:

a         Manusia itu unik secara rasional dan irasional. Keunikan itu ditunjukkan dalam cara berfikir dan berperilaku secara rasional, manusia itu akan efektif, bahagia, dan kompeten.

b          Gangguan emosi dan psikologis adalah hasil berfikir yang irasional dan tidak logis. Emosi menyertai pemikiran, emosi itu bias, penuh prasangka, sangat pribadi dan merupakan pemikiran yang irasional

c          Pemikiran yang irasional merupakan hasil dari belajar yang tidak logis yang biasanya berasal dari orangtua atau budaya.

d         Manusia merupakan binatang verbal, dimana dalam berpikir menggunakan simbol atau bahasa. Jika pikiran bekerja sama dengan emosi, pikiran yang negatif akan muncul emosi seseorang itu terganggu.

e          Gangguan emosional yang terus menerus akan menimbulkan verbalisasi di mana tidak ditentukan oleh keadaan atau kejadian nyata di luar diri, tetapi lebih pada persepsi dan sikap terhadap kejadian tersebut.

f          Individu mempunyai sumber-sumber untuk mengaktualisasikan potensi dirinya dan dapat mengubah pribadi dan hubungan sosialnya.

g          Pikiran negatif mengenai kekalahan diri dan emosi harus dilawan dengan cara mereorganisasi pikiran dan persepsi sehingga akan mengarahkan seseorang untuk berfikir secara lebih logis dan rasional..

Ellis dalam Cottone (1992) menyatakan bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk berfikir secara irasional, kebiasaan untuk merusak diri, berpikir yang sia-sia, dan tidak toleransi terhadap lingkungannya.


C.    PERKEMBANGAN PERILAKU NORMAL

Individu memahami bahwa terdapat berbagai cara pandang untuk menyikapi masalah yang dihadapinya. Pribadi sehat mempunyai ciri-ciri memiliki kemampuan untuk mengaktualisasikan diri. Ciri orang yang mengaktualisasikan diri sebagai berikut:

a         Mempunyai minat terhadap sesuatu

b        Mempunyai minat sosial

c         Mempunyai arah diri

d        Toleransi terhadap orang lain yang berbeda perilaku

e         Fleksibel terhadap perubahan dan tidka bersifat kaku

f         Mampu menerima ketidakpastian

g        Komitmen terhadap sesuatu di luar dirinya

h        Berfikir secara ilmiah

i          Menerima diri tanpa syarat tertentu

j          Mampu mengambil resiko

k        Mempunyai hedonisme untuk jangka waktu yang lama

l          Tidak bersifat utopian

m      Mempunyai toleransi yang tinggi terhadap frustasi

n        Beranggungjawab terhadap gangguan mental



D.    PERKEMBANGAN PERILAKU MENYIMPANG

Keyakinan, pemikiran, dan persepsi seseorang yang salah bisa menciptakan kesulitan emosional dan juga emosi yang salah. Individu terperangkap oleh pandangan yang sempit dan negatif tentang dunia mereka. Selanjutnya, Ellis (dalam George & Cristiani, 1990) menyatakan bahwa pribadi yang menyimpang mengacu pada sebelas ide yang tidak rasional.

a         Tuntutan untuk selalu dicintai dan didukung oleh orang-orang terdekat.

b        Tuntutan kompetensi dan kemampuan secara sempurna di semua bidang.

c         Tuntutan untuk menghukum dan menyalahkan orang lain.

d        Tidak senang atas kejadian yang tidak diharapkan.

e         Tuntutan penyebab eksternal.

f         Perhatian pada hal-hal yang berbahaya

g        Kari dan kesulitan dan tanggungjawab

h        Keharusan untuk bergantung

i          Kejadian saat ini ditentukan oleh perilaku dan tidak dapat diubah

j          Terlalu hanyut/ peduli pada masalah orang lain.

k        Tuntutan jawaban yang selalu benar dan persis atas suatu masalah.


E.    TAHAP TEKNIK REFRAMING

Cormier (1985 : 418) menyebutkan ada enam tahapan strategi  Reframing antara lain :

a         Rasional

Rasional yang digunakan dalam strategi reframing bertujuan untuk menyakinkan konseli bahwa persepsi atau retribusi masalah dapat menyebabkan tekanan emosi. Tujuannya adalah agar konseli mengetahui alasan atau gambaran singkat mengenai strategi reframing dan untuk menyakinkan konseli bahwa cara pandang terhadap suatu masalah dapat menyebabkan tekanan emosi.

b        Identifikasi persepsi dan perasaan konseli dalam situasi masalah

      Dalam tahap ini, konselor membantu konseli untuk mengidentifikasi persepsi atau pikiran-pikiran yang muncul dalam situasi yang menimbulkan kecemasan berbicara di depan umum. Selain itu juga bertujuan untuk membantu konseli menjadi waspada pada apa yang mereka hadapi dalam situasi masalah, karena konseli sering tidak memperhatikan detail-detail yang mereka hadapi dan informasi tentang situasi yang mereka pikirkan.

c         Menguraikan peran dari fitur-fitur persepsi terpilih

Setelah konseli menyadari kehadiran otomatis mereka. Mereka diminta untuk memerankan situasi dan sengaja menghadapi fitur-fitur terpilih yang telah mereka proses secara otomatis. Tujuannya adalah agar konseli dapat mengenali pikiran-pikiran dalam situasi yang mengandung tekanan atau situasi yang menimbulkan kecemasan, yang dirasakan mengganggu diri konseli dan mengganti pikiran-pikiran tersebut agar tidak menimbulkan kecemasan

d        Identifikasi persepsi alternatif

Pada tahap ini konselor dapat membantu konseli mengubah fokus perhatiannya dengan menyeleksi fitur-fitur lain dari masalah yang dihadapi. Tujuannya adalah agar konseli mampu menyeleksi gambaran-gambaran lain dari perilaku yang dihadapi

e         Modifikasi dan persepsi dalam situasi masalah

Konselor dapat membimbing konseli dengan mengarahkan konseli pada titik perhatian lain dari situasi masalah. Tujuannya adalah agar konseli dapat menciptakan respon dan pengamatan baru yang didesain untuk memecahkan perumusan model lama dan meletakkan draf untuk perumusan baru yang lebih efektif. Beralih dari pikiran-pikiran konseli dalam situasi yang mengandung tekanan atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang dirasakan mengganggu konseli ke pikiran yang tidak menimbulkan kecemasan.

f         Pekerjaan rumah dan penyelesaiannya

Konselor dapat menyarankan yang diikuti konseli selama situasi ini format yang sama dengan yang digunakan dalam terapi. Konseli diinstruksi menjadi lebih waspada akan fitur-fitur terkode yang penting atau situasi profokatif dan penuh tekanan, untuk menggabungkan perasaan yang tidak nyaman, untuk melakukan uraian peranan atau kegiatan praktik dan mencoba membuat pergantian perceptual selama situasi-situasi ini ke fitur-fitur lain dari situasi yang dulu diabaikan. Tujuannya adalah agar konseli mengetahui perkembangan dan kemajuan selama strategi ini berlangsung serta bisa menggunakan pikiran-pikiran dalam situasi yang tidak mengandung tekanan dalam situasi masalah yang nyata.

           

            Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tahapan strategi reframing adalah meliputi: 1) rasional yang memperkenalkan strategi reframing kepada konseli dan menjelaskan maksud dari penggunaannya, 2) identifikasi persepsi dan perasaan konseli dalam situasi masalah yang membantu konseli untuk mengidentifikasi persepsi atau pikiran-pikiran yang muncul dalam situasi yang menimbulkan kecemasan, 3) menguraikan peran dari fitur-fitur persepsi terpilih yang mengharapkan konseli dapat memerankan kondisi kecemasan yang telah diidentifikasi pada tahap dua, 4) identifikasi persepsi alternatif yang meminta konseli untuk memilih persepsi alternatif atau sudut pandang baru sebagai pengganti dari persepsi sebelumnya yang dilakukan pada tahap dua dan tiga, 5) modifikasi dan persepsi dalam situasi masalah yang meminta konseli untuk berlatih dalam mengalihkan persepsi lama (yang menimbulkan situasi tekanan dan kecemasan) ke persepsi baru (yang lebih nyaman dan tidak menimbulkan kecemasan), 6) pekerjaan rumah dan tindak lanjut yang mengharuskan konseli untuk berlatih dalam melakukan pengubahan secara cepat dari persepsi lama ke persepsi atau sudut pandang yang baru dan menerapkannya dalam kondisi yang nyata atau sebenarnya.


F.    Elemen Keberhasilan

Ada dua elemen inti keberhasilan penerapan dari reframe (pembingkaian) dalam psikoterapi (Leong, 2008), yaitu:

1.   Presenting the problem in a positive context.  This is known as a positive connotation. (Menyajikan masalah dalam konteks positif. Disebut juga konotasi positif).

2.  Reframing is moving from an individual to a systemic framework (pembingkaian kembali yang bergerak dari individu ke sebuah kerangka sistemik). Kerangka sitemik adalah dimana satu pernyataan menangkap dinamika dari kedua mitra dalam  suatu hubungan yang positif.







 

DAFTAR PUSTAKA


Bandler, Richard And John Grinder. 1982. Reframing : Neuro-Linguistic Programming and The Transformation of Meaning. Utah: Real People Press.

Cormier, William. Cormier, Sherlyn. 1985. Interviewing Strategies for Helpers: fundamental skills and cognitive behavioral interventions. California: Brooks/ Cole Publishing Company

Cottone, Rocco. 1992. Theories and Paradigms of Counseling and Pshycotherapy. Boston: Allyn and Bacon

Komalasari, Gantina. Dkk. 2011. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta: PT. Indeks

Leong, T.L Fredderick. 2008. Encyclopedia Of Counseling. Online Books: SAGE Knowledge

George, Rickey., Cristiani, Theresse.1990.Counseling Theory and Practice ( ed). Boston: Allyn and Bacon

Wiwoho. 2011. Reframing. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama


0 komentar:

Posting Komentar

Pengikut